
Detail Berita

Ekspor Sulsel didominasi produk mentah
Ekspor Sulsel masih didominsi produk mentah. Itupun angkanya kalah dibandingkan dengan impor. Nilai impor bulan Januari –Februari 2019 mencapai USD27,19 milliar. Artinya,terjadi defisit sekitar USD0,73 milliar. Data nasional itu linear dengan kondisi di Sulsel. Perlu diketahaui, sepanjang 2018 lalu, neraca perdagangan Sulsel defisit. Bulan Desember 2018 nilai ekspor Sulsel sebesar USD1.164,35 juta. Sementara impornya USD1183,79 juta. Artinya defisit USD19,4 juta.
Masuk bulan Januari-Februari 2019, defisit itu masih berlansung. Nilai ekspor Sulsel dua bulan terakhir mencapai USD131,01 juta. Sementara nilai impor tercatat begitu kencang, yaitu USD187,73 juta. Kalau diteliti lebih jauh, produk ekspor Sulsel memang masih itu-itu saja. Misalnya, Nikel yang kontribusi yang nilai ekspornya mencapai USD76,78 juta. Disusul garam, belerang, dan kapur dengan nilai sebesar USD11,04 juta. Selanjutnya ada biji-bijian berminyak dan tanaman obat senilai USD10,83 juta. Lalu posisi keempat ada kakao yang nilai ekspornya USD8,78 juta.
Pasar Asia
Untuk negara tujuan ekspor, komoditas-komoditas andalan Sulsel juga masih terkosentrasi kenegara-negara Asia. Sebut saja Jepang, porsi nilai ekspor kesan besar sekali. Menembus, USD 79,13 juta. Selanjut ada Tiongkok dengan nilai ekspor mencapai USD 24,48 juta. Lalu Malaysia USD7,04 juta. Meskipun dalam kondisi defisit Bank Indonesia cukup optimis bahwa defisit transaksi berjalan atau Curret Account Defisit (CAD) akan membaik pada kuartal tahun ini.
BI mencatat posisi terakhir CAD yakni USD31,1 milliar atau 2,98 persen dari PDB sepanjang 2018. Bahkan Bi optimis kalau CAD bisa dikisar sekitar angka 2,5 persen sehinga menuju sekitarn 2 persen. Menurut ekonomi Prof Marsuki DEA, optimisme BI terkait transaksi akan berjalan dengan baik cukup rasional. Sebab, itu didasarkan indikator makro yang cukup kondusif penjualanya.
Kecuali memang neraca perdagangan kita yang masih defisit. Namun itu bukan masalah. Karena baik nasional mauoun regional (Sulsel) neraca dagang kita selalu defisit,’’nilainya,rabu 3 April. Marsuki memaparkan, transaksi berjalan itu terdiri dari neraca perdagangan dan neraca jasa. Secara historis trenya selalu defisit. Neraca tersebut sifatnya sinamis, tergantung keperluan dari barang-barang yang akan diekspor atau impor.
Umumnya, jika suatu negara aktif memproduksi barang dalam negeri dengan mengandalkan bahan baku impor, maka tentu neraca perdagangannya akan defisit. ‘’Untuk Sulsel, kenapa selalu defisit neraca perdagangannya, karena kebanyakan barang yang diekspor bukan barang olahan industri. Jadi nilai tambahnya kecil. Kalau mau bagus jangan eksoor yang mentah,’’imbuhnya.
Suku Bunga
Ekonomi Unhas, Syarkawi Hauf menyampaikan langakah menaikan suku bunga pada umumnya dianbik BI untuk menahan aliaran modal keluar. Dengan aliran dana asing yang bertahan akan memperkuat struktur ekonomi Indonesia. ‘’Suku bunga yang tinggi ini semacam insetif agar dana asing bertahan akan menguatkan mata uang Rupiah.’’Ungkapnya.
Melihat kondisi perekonomian terkini yang cendrung lebih baik dan tekanan ekonomi global juga lebih stabil, ia mendukung sebaiknya BI segera menurunkan suku bunga. ‘’Agar eksportir lebih bergairah, maka suku bunga semestinya sudah mulai diturunkan,’’desaknya. Ia tidak menampik neraca perdagangan dalam negeri yang masih defisit. Hanya saja menurutnya, defisit terjadi berkaitan lansung dengan suku bunga yang tinggi, tetapi karena impor bahan baku untuk membanguan infrastruktur sedang digalakan pemerintah. Terkait strategi untuk menggenjot ekspor. menurutnya bisa ditempuh dengan menurunkan suku bunga terlebih dahulu. Jika suku bunga turun, eksportir dan pemerintah bisa bekerja sama untuk melakukan konsilidasi diversifikasi neagar tujuan ekspor.
Ekspansi Negara
Negara tujuan ekspor, lanjutnya tidak boleh itu-itu saja. Harus sudah bisa membidik negara lain sambil sembari tetap memperahankan pasar yang sudah ada. ‘’Harus dilihat negara apa saja yang ekonominya yang sedang tumbuh misalnya yang ada di Afrika, Timur Tengah, dan Eropa. Itu kebutuhan komoditas yang mereka butuhkan,’’ ungkapnaya. Disisi lain, didalam negeri juga harus mulai memikirkan baru yang berpotensi untuk ekspor. Sebut saja seperti markisa, kelapa dan lainnya.
Selanjutnya juga perlu menempatka perwakilan dinegara lain untuk mempelajari dan menjalin kerja sama dagang. Perwakilan ini melakukan inventarisasi apa saja yang negara tersebut butuhkan dalam jumlah banyak atau yang bisa didatangkan dari Indonesia atau Sulsel. ’’Nanti jika kebutuhan telah diketahui, ekspor yang harus mencari komoditas yang dibutuhkan tersebut.’’ Tuturnya.
Syarkawi juga mendorong agar Sulsel lebih serius untuk melakukan industrialisasi untuk mengolah komoditas yang ada . Ia menilai Sulsel tidak boleh lagi hanya mengandalkan komoditas mentah, tetapi mulai membangun industri. Industri pengolahan ini dibangun dalam sebuah kawasan yang terintegrasi .’’KIMA misalnya itu harus dibangun menjadi pusat industri berbasis komoditas lokal atau mengambil komoditas dari KTI,’’ imbuhnya.
Recent Post

Asrul Sani Memberikan Sambutan...
15 Oktober 2025
Asrul Sani Memberikan Sambutan...
15 Oktober 2025
Asrul Sani mengikuti Rapat Ent...
15 Oktober 2025
DPMPTSP, MERCURE, Dekranasda K...
01 Oktober 2025
Kunker DPRD Sinjai...
11 September 2025
Sosialisasi PP 28 Tahun 2025 y...
15 Agustus 2025
Asrul Sani menjadi Narasumber ...
12 Agustus 2025
Butuh Bantuan?
Memiliki pertanyaan mengenai terkait detail Perizinan di Sulawesi Selatan ?
Hubungi Kami